Dari kejauhan Jack terus menekan kuat pedal gas kendaraannya. Ia tidak mau terlambat. Apalagi lampu merah di wilayah yang dilaluinya menyala cukup lama. Lampu lalu lintas berganti kuning. Sekitar tiga meter menjelang garis putih horisontal di jalan, lampu merah menyala. Jack bimbang. Haruskah ia berhenti atau terus saja. "Ah, aku tidak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak,"pikirnya, sambil terus melaju.
PRIIIT!!! Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Jack menepikan kendaraan sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Hey, itu kan Bob, teman semasa SMA dulu. Hati Jack agak lega.
Ia melompat keluar dari dalam mobil sambil berkata: "Hai, Bob! Senang sekali ketemu kamu lagi!". "Hai, Jack," sapa Bob tanpa senyum.
"Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah. Hari ini dia ulang tahun, jadi dia dan anak-anak sudah menyiapkan pesta di rumah. Tentu aku tidak boleh terlambat dong," kata Jack.
Bob berkata, "Saya mengerti. Tapi sebenarnya saya sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini." Jack mulai gelisah. Ia harus ganti strategi. "Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat tadi lampu kuning masih menyala kok." Aha.. terkadang berdusta sedikit tentu bisa memperlancar situasi.
"Jack, kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu," ujar Bob dingin. Dengan wajah ketus, Jack menyerahkan SIM-nya ke Bob lalu masuk ke dalam mobilnya dan menutup kaca jendela. Sementara Bob menulis sesuatu di buku tilangnya.
Tak lama berselang, Bob muncul dan mengetuk kaca mobil Jack. Jack yang kadung kesal dan marah hanya membuka kaca jendela sedikit. Ujarnya mengumpat di dalam hati, "Ah, masa lima senti sudah cukup untuk memasukkan surat tilang?"
Sesudah Jack menerima surat tilang itu dia langsung menekan kembali pedal gas, memacu mobilnya dan cepat berlalu dari tempat tersebut. Tanpa berkata-kata Bob pun kembali ke posnya.
Setelah agak jauh dari tempat kejadian, Jack hendak memasukkan SIM-nya ke dompet. Saat itu ia terkaget-kaget setelah melihat selembar surat tapi bukan surat tilang. "Surat apa ini? Ini bukan surat tilang! Kenapa ia tidak memberiku surat tilang?" tanya Jack. Seketika itu juga ia langsung meminggirkan mobilnya dan membaca surat dari Bob tadi.
Begini isi surat tersebut:
Halo, Jack. Tahukah kamu aku mempunyai seorang anak perempuan. Anakku satu-satunya. Ia sangat cantik dan lincah. Aku dan istriku sangat menyayanginya. Sayang, ia sudah meninggal karena tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah, saat ia melintas bersama ibunya di zebracross. Anakku langsung meninggal di tempat. Istriku sampai saat ini mengidap depresi hebat. Pengemudi yang sembrono tadi hanya dihukum penjara selama tiga bulan saja. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan aku? Aku kehilangan malaikat kecil kesayanganku. Aku dan istriku masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengaruniai seorang anak lagi, agar dapat kami peluk. Tapi, kondisi istriku tidak memungkinkan. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Oh.. betapa sulitnya! Begitu juga kali ini.
Maafkan aku, Jack. Doakan agar permohonan kami mempunyai anak terkabulkan.
Berhati-hatilah saat menyetir.
Dari temanmu,
Bob
Jack kaget sekali saat ia membaca surat Bob. Ia langsung memutar balik mobilnya dan pergi ke pos jaga Bob. Namun, Bob sudah meninggalkan pos itu, entah ke mana. Sepanjang jalan pulang Jack mengemudi dengan hati-hati dan ia berjanji dalam dirinya untuk menahan diri agar tidak ngebut dan menyetir ugal-ugalan. Kali ini Ia teringat akan anak-anaknya.
Memang, tak selamanya orang harus mengerti kita. Bisa jadi kesukaan kita adalah kedukaan orang lain. Hidup ini sangat berharga, karena itu jalanilah dengan penuh hati-hati dan saling menghargai.
By : Heri Gunawan
Edited by : www.faktakita.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar