Laman

Sabtu, 11 Februari 2012

Hikayat Kantor Imigrasi

 Hai teman – teman, masih bersama Stanley Wijaya dalam website kesayangannya yaitu www.faktakita.com yang pastinya akan selalu setia menemani kalian semua dalam setiap postingannya. Dalam postingan kali ini, saya akan share tentang pengalaman saya di Kantor Imigrasi saat saya sedang membuat paspor bersama teman-teman saya. Ingin tahu lebih lanjut? Check it out yeah ...


Hari itu merupakan hari yang mengesankan bagi saya, karena pada hari itu merupakan hari yang penting dan bersejarah karena saya pertama kali membuat paspor. Ya, yang ku dapatkan saat ini adalah paspor pertama saya untuk pertukaran pelajar dengan sisterschool di Perth, Australia.

Untuk mengurus paspor tersebut, kami pun harus mengurusnya di kantor imigrasi di luar kota karena di Magetan belum ada kantor yang menangani permohonan paspor tersebut. Kami pun berangkat dengan keadaan senang dan pastinya semangat.

Sesampainya di lokasi tersebut, kami pun segera masuk dan menuju ke kursi antrean. Pak Eko selaku guru yang menangani murid-murid yang berprestasi ini segera menuju ke antrean utama untuk mengambil nomor antrean. Saya dan teman-teman yang menunggu Pak Eko, sering melirik ke sebuah ruangan yang di dalamnya berisi orang-orang yang mengurus paspor. Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya kami pun menuju ke ruangan tersebut. Di sinilah cerita di mulai...

Di saat kami mengantri, ada orang masuk dengan pakaian punk ala preman. Rambutnya bisa dibilang seperti Andhika “Kangen Band”. Lalu ia ditanya...

X : “Mau ngapain mas...??”
Y : “Registrasi pak” jawabnya singkat.

X : “Dari PT mana..??”
Y : “Aduhh, lupa pak..”

X : “Tanggal lahirnya??”
Y : “Lupa pak, maaf”

Orang itu keluar untuk bertanya kepada bosnya tentang informasi yang ditanyakan petugas paspor tersebut. Ketika orang itu masuk kembali...

X : “Ya udah mas, pake jas buat foto dulu! Kalo TKI wajib mas!” jawabnya judes.

Setelah memakai jas tersebut...

X : (plokk..plokk..plokk) “Mau konser dimana mas??” sindirnya.

Orang itu pun tetap bersabar dan tidak terbawa emosi. Sesaat sebelum di foto..
X : “Rambutnya mas! Jangan menutupi alis sama kuping! Mau bikin paspor kok pake kaos to mas! Arrghhh” bentaknya.

Waktu ia sedang mengantri untuk menuju ke petugas lainnya..

X : “Mas minggir dulu aja! Ngga penting kamu! Lanjut yang lainnya!”

Setelah intruksi dari petugas tersebut, mbak Amalia pun menuju ke posisinya. Ia pun juga dibentak karena sebelumnya Argata (teman saya) tidak membawa akta dan ijazah asli.

X : “Ini semua kok ngga bawa ijazah dan akta asli semua sih? Siapa yang ngurus!?!” sahutnya dengan nada ketus.

Akhirnya aku berdoa dalam hati, “Ya Tuhan tabahkanlah hatiku semoga ngga kaya gitu, aku juga ngga bawa data yang asli”. Beberapa saat kemudian aku dipanggil petugas di sebelahnya.

Z : “Mas kamu ambil antrean disini aja J “ sahutnya ramah.

Mungkin aku dipersilakan ke antrean tersebut karena sebelumnya dia bertanya padaku,..

Z : “Mas sekolahnya dimana??”
A: “Maaf pak, Apa..??”

Z:  “Sekolahnya?”
A: “Apa?”

Z: “Sekolahnya mas!”
A: “Owalah, di SMAN 1 Magetan pak J

Seperti itulah percakapan sebelum saya dipanggil ke antreannya. Setelah aku menunggu lumayan lama, ternyata ini tiba giliranku. Dia terlihat ramah dan tampan.

Z: “Namanya siapa mas?”
A: “Stanley Wijaya, pak”

Z: “Tempat dan tanggal lahir?”
A: “18 September 1996, pak”

....

Seperti itulah sedikit contoh perbincangan kami di antrean tersebut. Setiap di wawancarai, aku pun berusaha menjawab semaksimal mungkin. Vennic pun dari kejauhan berharap mendapat posisi seperti aku karena petugasnya ramah dan baik. Tapi sebaliknya, setelah mbak Amalia selesai, Vennic lah yang mendapat petugas galak itu. Selalu dibentak, mungkin itu yang menjadi perbincangan di dalam hatinya. Dan aku pun kembali ke perugas yang tadi untuk tanda tangan. Di berikan bolpoin dengan ramah sambil menunjukkan tempat tanda tangannya. Sedangkan Vennic, Argata, dan Mbak Amalia diberi bolpoin oleh petugas itu dengan “dilempar”.

          Dan akhirnya aku pun selesai. Aku mengucapkan terima kasih kepada petugas yang ramah itu. Aku segera membukan pintu dan memberikan sejenis faktur paspor itu kepada Pak Eko, sambil mengejek mas Bida dengan bantuan Vennic, Argata, dan Mbak Amalia karena mas Bida ada sedikit masalah dengan KTP-nya yang dikira belum punya. Akhirnya kami pun meninggalkan lokasi tersebut dan berganti ke lokasi yang baru, yaitu Nasi Pecel Bu NO. Ya, lapar yang kami tahan semenjak berangkat dari sekolah pukul 11 sampai pukul 4 sore ini serta setelah insiden mas Bida yang hilang di sekolahnya sendiri menjadi pengalaman yang unik bagi kami. Dan pastinya “TAKKAN” tergantikan oleh apapun.


~TAMAT~

Bila ada kata yang kurang sopan, saya minta maaf.
Jika ada lebihnya, ini merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa.
Arrigatou Gozaimasu

6 komentar: