Satu tahun
sebelum Soekarno mengunjungi Maroko, tepatnya tanggal 18 April 1955, dilaksanakan
sebuah konferensi yang berhasil mempertemukan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Konferensi Asia Afrika, begitulah nama pertemuan besar tersebut, sebuah
konferensi dari negara-negara yang senasib sepenanggungan, negara-negara yang
pernah mengalami pahit getir dan kejamnya penjajahan bangsa barat. Dalam
konferensi tersebut tampak hadir utusan dari Maroko yaitu Allah El Fassi. Ia
hadir sebagai delegasi tidak resmi atau peninjau. Seperti diungkapkan oleh
Ruslan Abdulgani dalam bukunya yang berjudul Bandung Connection:
“Bandung
sebagai tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika, terlihat juga sebagai
kota penghubung, pusat koneksi dari negara-negara dari rakyat Asia dan Afrika
dalam menyusun kesetiakawanan. Utusan dari pejuang-pejuang Asia Afrika hadir di
kota ini, yaitu utusan-utusan yang dapat meloloskan diri dari kepungan dan
belenggu penjajahan di Afrika Selatan dan Afrika Tengah, pelarian-pelarian
politik dari Aljazair, Maroko, Tunisia, pejuang-pejuang dari Palestina serta
kaum intelek dari Malaya yang pada waktu itu belum merdeka”.
Walaupun
ketika Konferensi Asia Afrika itu Maroko hanya bertindak sebagai delegasi tidak
resmi atau peninjau, tapi dapat kita lihat dampak dan gaungnya di Maroko
sangatlah besar. Terbukti satu tahun setelah Konferensi Asia Afrika
dilaksanakan, tanggal 2 Maret 1956 Maroko mampu memerdekakan diri dan terbebas
dari belenggu penjajahan Perancis. Ia menjadi negara pertama di Afrika Utara
yang bebas merdeka setelah Konferensi Asia Afrika dilaksanakan. Jadi dapat
dikatakan bahwa Indonesia melalui Konferensi Asia Afrika turut membidani proses
kelahiran negara Maroko.
Waktu terus
berjalan dan zaman terus berubah. Kedua negara yang menganut sistem
pemerintahan yang berbeda, dimana Indonesia menganut sistem Republik sedangkan
Maroko menganut sistem Kerajaan, Maroko dan Indonesia masih harus terus
berbenah dan membangun pondasi negara masing-masing. Membangun pondasi negara
agar kokoh dan stabil tentu tidaklah mudah, ini dirasakan pula oleh kedua
negara. Indonesia masih harus berperang melawan korupsi dan kemiskinan
sedangkan Maroko saat ini harus terkena imbas dari tsunami revolusi yang
menerjang negara-negara di Afrika Utara dan timur tengah. Rakyat Maroko
menuntut perubahan politik dan pembatasan kekuasaan raja, seperti ditulis Majalah
Gatra:
“Sejak naik
tahta pada tahun 1999, Raja Mohammed VI melakukan banyak perubahan dalam bidang
politik dan ekonomi serta melakukan investigasi atas pelanggaran hak-hak asasi
manusia selama pemerintahan ayahnya. Namun rakyat Maroko merasa langkah itu
belum cukup. Ahad lalu ribuan orang berunjuk rasa mendesak pembatasan kekuasaan
raja. Ribuan lainnya melakukan unjuk rasa lewat facebook dan menuntut perubahan
politik lebih jauh”.
Pada
dasarnya ada satu kesamaan yang sangat jelas antara Indonesia dan Maroko yaitu
sebagai sesama negara dengan mayoritas berpenduduk muslim. Dalam pergaulan
internasional, kedua negara sama-sama terdaftar dalam keanggotan Organisasi
Konferensi Islam (OKI) dan Gerakan Non Blok. Dengan pengalaman yang dimiliki
masing-masing, kedua negara ini masih harus banyak belajar dan saling bertukar
pikiran. Wakil Menteri Luar Negeri Maroko Latifa Akherbach mengungkapkan,
Maroko mengakui harus lebih banyak belajar dari Indonesia seperti dikutip
www.antaranews.com sebagai berikut:
“Indonesia
sebagai negara Muslim dengan penduduk terbesar dapat menyatukan nilai Islam,
demokrasi dan modernisasi, sehingga Maroko menilai Indonesia merupakan negara
penting untuk menjalin kerja sama dalam menghadapi tantangan dan krisis global
serta Islamphobia yang makin meningkat”.
Tak terasa
setengah abad sudah Indonesia dan Maroko menjalin sebuah hubungan persahabatan.
50 tahun bukanlah usia yang muda, dalam perjalanan selama 50 tahun,
persahabatan antara kedua negara yang mayoritas berpenduduk muslim ini terus
dijalin dan lebih ditingkatkan.
Kerja sama
di berbagai bidang terus dilakukan, ini dapat kita lihat dari perjanjian kerja
sama kedua negara seperti dalam bidang politik, perdagangan, ekonomi,
pendidikan dan kebudayaan. Kerja sama yang baik ini dilakukan oleh kedua negara
karena dalam prakteknya Indonesia dan Maroko memiliki kesamaan dalam penentuan
kebijakan dan pandangannya mengenai berbagai isu regional maupun internasional
yang sedang terjadi saat ini.
Isu-isu
politik dan ekonomi sering menjadi perbincangan hangat di setiap negara yang
membangun hubungan diplomatik. Semua negara banyak beranggapan bahwa bidang
politik dan ekonomi memegang peranan penting dalam menjalin hubungan
diplomatik. Ada satu hal yang seharusnya lebih di prioritaskan dalam hubungan
Indonesia dan Maroko ini, yaitu di bidang sektor budaya. Bagaimana rakyat
Indonesia akan mengenal saudaranya yaitu Maroko apabila tidak ada sesuatu hal
yang bisa kita ingat tentang ciri dari Maroko. Dan satu-satunya yang bisa
mengingat kita adalah budaya dan kesenian. Dengan lebih memprioritaskan
kebudayaan sebagai nomor satu dalam hubungan kerja sama kedua negara, niscaya
hubungan persahabatan ini tidak hanya sekadar basa-basi politik dan konsumsi
tingkat elit penguasa. Tidak hanya sebagai basa-basi protokoler tingkat tinggi,
tapi persahabatan kedua negara ini bisa dirasakan langsung dalam hati rakyat
kedua negara masing-masing.
Rakyat kedua
negara tidak akan mengalami kesulitan dalam menerima kebudayaan dan kesenian,
sebab banyak jenis-jenis kesenian yang bernuansa Islam di Indonesia. Kesenian
yang ada di Indonesia sangat cocok untuk diperkenalkan kepada rakyat Maroko,
karena kesenian yang ada di Indonesia berisi nilai-nilai dan norma-norma yang
sangat arif dan bijaksana. Tidak sekadar tontonan tetapi dapat dijadikan
tuntunan bagi kehidupan. Tuntunan itulah yang kelak akan membawa hubungan
Indonesia dan Maroko semakin mesra.
Mulai dari
saat ini, alangkah baiknya apabila hubungan kerja sama ini lebih dititik
beratkan kepada kebudayaan, sebab kebudayaan ini akan menguatkan identitas
Indonesia dan Maroko di dunia internasional. Dengan strategi kebudayaan,
Indonesia dan Maroko akan lebih saling menghargai dan menghormati dari pada
menekankan kerja sama di bidang politik atau ekonomi.
Referensi:
1. Buku Bandung Connection karangan Roeslan
Abdulgani2. Majalah Gatra
3. http://www.antaranews.com/berita/1277171547/maroko-ingin-belajar-demokrasi-dan-islam-dari-indonesia
Nama : Gatot Gunawan Djaya Haryono
Tempat/tanggal lahir : Bandung, 7 Juni 1987
Universitas : Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung
Alamat universitas : Jl. Buah Batu No. 212 Bandung 40265
Alamat rumah : Jl. Karees Sapuran No. 65/121 RT.02 RW.01 Kel. Samoja Kec. Batununggal Bandung 40273
Nomor seluler : 0857 2005 ****
Nomor telpon rumah : 022 7318519
Alamat e-mail : gunnagatot@yahoo.co.id
Akun facebook : Gatot Gunawan Djaya Haryono
maroko yang benderanya sama itu ya kk
BalasHapusBukan...
Hapus