Laman

Rabu, 22 Agustus 2012

Apa Anda Sudah Lahir Baru? Bagaimana Hubunganmu dengan Tuhan?

  Pertanyaan ini seringkali menggelitik umat Katolik, dan sayangnya seringkali berujung pada penyangkalan iman Katolik. Biasanya umat Katolik yang terpengaruh, akan melirik gereja lain karena di sana ada suatu "kelahiran baru" yang "sangat nyata". Lalu sebenarnya bagaimana ?

1. Pertama-tama kita harus mengenal dengan baik apa itu Sakramen Baptis. Dalam Gereja Katolik, akibat pokok dari pembaptisan adalah pembersihan dari dosa dan kelahiran kembali dari Roh Kudus (KGK 1262) . Dosa yang dihapuskan adalah dosa asal dan dosa pribadi. Apa itu dosa asal? Dosa asal (Gereja Katolik TIDAK menggunakan istilah “dosa warisan” ) adalah kondisi manusia yang tidak memiliki rahmat, yang pada awalnya diakibatkan oleh Adam. Apa itu rahmat? Rahmat adalah segala bantuan ilahi yang diperlukan manusia agar tetap selaras dengan Allah. Dosa asal inilah (dan juga segala dosa pribadi) yang dihapuskan ketika seseorang menerima Sakramen Baptis. Apakah manusia tidak dapat berdosa setelah dibaptis? Sangat dapat berdosa, ini karena ada akibat-akibat sementara dari dosa yang di dalamnya termasuk “keinginan tidak teratur” (conscupiencia) atau secara kiasan disebut juga “dapur dosa” (fomes peccati) (KGK 1264). 

Lalu bagaimana dengan “lahir baru”?? Istilah yang digunakan dalam Kitab Suci pada Injil Yohanes dan secara konsisten digunakan dalam Gereja Katolik adalah bukan “lahir baru” melainkan “DILAHIRKAN KEMBALI”. Dilahirkan kembali adalah akibat pokok pembaptisan yang kedua. Kita dilahirkan kembali lewat Sakramen Baptis. Melalui Sakramen Baptis, kita diangkat menjadi anak Allah. Bagi Anda yang dibaptis dewasa mungkin dapat merasakan “bagaimana rasanya” dilahirkan kembali tersebut. Namun bagaimana dengan mereka yang dibaptis pada waktu bayi? 

Harus diingat bahwa, entah dibaptis bayi, entah dewasa, dIlahirkan kembali adalah BUKAN suatu PERASAAN, NAMUN adalah suatu REALITAS. Ingat kisah anak yang hilang? Dalam keadaan terhilang pun, si anak itu secara biologis tetap anak kandung si bapak, dan TIDAK ADA SUATUPUN yang dapat mengubah realitas ini. Bagaimana kita tahu akan hal ini? Dalam Gereja Katolik, Sakramen Baptis HANYA boleh diterimakan SEKALI dan bersifat seperti meterai pada jiwa manusia. Kita semua menjadi anak biologis ayah kita sekali untuk selamanya bukan?

2. Lalu bagaimana dengan pertobatan? Berbeda dengan ajaran jemaat-jemaat gerejawi, yang cenderung memandang “lahir baru” dan “pertobatan” adalah dua hal yang bertumpuk, dan dipandang sebagai suatu “titik balik yang luar biasa”, pembaptisan, dengan kata lain “lahir kembali”, dalam Gereja Katolik dipandang sebagai titik awal, sedangkan PERTOBATAN ITU sesuatu yang TERUS MENERUS. Manusia walaupun dosa asal sudah dihapuskan sekalipun, masih dapat berbuat dosa. 

Syukur kepada Allah, dalam Gereja Katolik ada SAKRAMEN TOBAT. Sakramen ini hendaknya pertama-tama kita pandang sebagai sakramen pemulihan hubungan Allah dan manusia, dan BUKAN semata-mata pencucian jiwa kita dari dosa (walaupun pastinya segala dosa kita terhapus setelah pengakuan). Bilik pengakuan BUKAN “tempat laundry”. Jika kita memandang bilik pengakuan sebagai “tempat laundry”, maka kita merendahkan diri kita seperti pakaian kotor yang tidak lebih merupakan obyek, dan bukan subyek manusia. 

Dalam bilik pengakuan ada dua subyek, pendosa dan Yesus Kristus yang mengampuni melalui perantaraan imam. Pengakuan dosa itu lebih seperti seperti seorang yang ingin memperbaiki hubungan dengan kekasihnya, YANG PERCAYA bahwa kekasihnya itu pasti mengampuninya bahkan lebih dari “tujuh puluh kali tujuh kali”. Seorang yang sungguh mencintai kekasihnya, pasti tidak peduli lagi apakah kesalahannya itu berat atau ringan. Yang jelas, ia sudah melukai hati kekasihnya, dan ia menyesal. Jika kita sudah memiliki pandangan seperti ini, maka akhirnya kita tidak lagi meributkan, “seberapa sering saya harus mengaku dosa?” walaupun perintah Gereja mewajibkan sekali setahun. Kita tidak perlu meributkan juga, “bukankah pengakuan dosa hanya untuk ‘dosa berat’ saja ?” walaupun Gereja mengajarkan ada ‘dosa berat’ dan ‘dosa ringan’ dan walaupun dosa kita cenderung ‘ringan’. Hal ini karena “..pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur adalah suatu bantuan bagi kita, untuk membentuk hati nurani kita melawan kecondongan kita yang jahat, membiarkan kita disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohani...” (KGK 1458). 

Pemulihan hubungan pribadi dalam Sakramen Tobat TIDAK TERGANTUNG berat-ringannya dosa kita. Jika seorang hendak memulihkan hubungan pribadinya dengan Allah, maka Sakramen Tobat adalah tindakan awal yang harus ia buat. Dengan demikian ia menunjukkan kerja samanya dengan Allah. Kata-kata St.Agustinus yang dikutip dalam KGK 1458 ini juga baik diingat. "Siapa yang mengakukan dosanya, sudah bekerja sama dengan Allah. Allah menggugat dosa-dosamu; kalau engkau juga menggugatnya, engkau bergabung dengan Allah. Manusia dan pendosa, seakan-akan harus dibedakan: kalau berbicara tentang manusia, Allahlah yang menciptakannya; kalau berbicara tentang pendosa, manusialah yang menciptakannya. Robohkanlah apa yang telah engkau ciptakan, supaya Allah menyelamatkan, apa yang Ia ciptakan... kalau engkau mulai jijik akan apa yang engkau ciptakan, mulailah karya-karyamu yang baik, karena engkau menggugat karya-karyamu yang buruk. Pengakuan akan karya-karyamu yang buruk adalah awal karya-karyamu yang baik. Engkau melakukan kebenaran dan datang ke dalam terang" (Agustinus, ev. Jo. 12,13).

Jadi, apabila ada yang bertanya pada Anda, “Apa Anda sudah lahir baru? Bagaimana hubungan pribadi Anda dengan Tuhan?” , Anda bisa menjawab, “Saya dilahirkan kembali melalui Sakramen Pembaptisan (pada tanggal sekian), dan saya terus menerus membangun hubungan pribadi saya dengan Tuhan melalui Sakramen Tobat. Saya sungguh bahagia. Apa Anda ingin merasakannya juga dalam Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik?” Maka dapat dipastikan penanya itu akan diam seribu bahasa, dan mungkin terbengong-bengong.

Mari mengenali, mencintai, dan menghidupi iman Katolik kita.

~IOJC (tu scis quia amo te)~
Sumber : Gereja Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar