Pernyataan
Petrus: “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? SabdaMu adalah sabda hidup yang
kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah yang Kudus dari Allah”
mengekspresikan iman dan komitmen total Petrus pada Yesus. Lalu bagaimana kita
membangun komitmen yang setia pada Tuhan Yesus?
Pertama,
komitmen untuk setia dijalin atas dasar relasi atau hubungan pribadi dengan
Yesus, bukan sekedar banyaknya ayat hafalan kitab suci yang kita kuasai. Relasi
pribadi berarti menyediakan waktu special buat Tuhan dalam ketekunan doa, meditasi, refleksi, dan
baca kitab suci.
Kedua,
Penggalan lagu: Meskipun badai silih
berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus adalah ungkapan nyata bahwa
komitmen total untuk setia hendaknya kokoh saat menghadapi ujian. Justru ujian,
persoalan, tatangan hidup adalah kualitas pembaik bagi kesetiaan kita.
Ketiga,
Komitmen untuk setia pada Yesus harus nyata terbukti pada kecintaan pada
sesama. Kesetiaan pada Yesus tak boleh bertabrakan atau bertentangan dengan
tugas dan panggilan hidup sehari-hari. Relasi akrab dan setia pada Yesus
haruslah memampukan kita membangun persaudaraan dengan orang lain. Sejauhmana
upaya kita mewujudnyatakan komitmen setia itu dalam paroki kita?
Senin,2Tes1:1-5.11-12,
Luk 7:11-17
Penderitaan sesama hendaknya membuka kesempatan kita
untuk memperbanyak kemurahan hati dan peluang mematangkan iman kita.
Selasa, 2Tes2:1-3.13-17;Mat 23:23-26
Orang dikatakan celaka apabila tak bisa membedakan
mana yang penting, utama dengan yang sampingan. Dan diperparah dengan
ketidakharmonisan antara yang lahir
dengan yang batin.
Rabu, Yer 1:17-19; Mrk 6:17-29.
Dengan tanpa sangsi St Yoh Pembaptis menderita
belenggu di dalam penjara dan meletakkan hidupnya sebagai kesaksian terhadap
Penebus kita, karena ia pendahuluNya.
Kamis, 1 Kor 1:1-9;Mat 24:42-51
Berjaga-jaga berarti sikap sigap, proaktif diri kita
untuk mengambil inisiatif pertama dalam melakukan apa yang benar dan terarah
pada kehendak Allah. Jangan terlena oleh kesibukan duniawi.
Jumat, 1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13
Yang membedakan orang bijak dan bodoh adalah setalah
bangun tidur. Orang bijak selalu mempersiapkan dirinya, bekerja keras dan penuh
mengrbanan sedangkan orang bodoh cari enaknya sendiri, tak mau bekerja keras.
Sabtu, 1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30
Talenta entah itu kemampuan, kecerdasan, pengetahuan,
iman, pelayanan, waktu dan seluruh hidup kita adalah pemberian Tuhan untuk
dimanfaatkan mencintai, mengenai dan melayaniNya.
Minggu, Ul 4:1-2.6-8, Yak 1:17-18.21-27, Mrk7:1-23.
Siapa yang diam di kemahMu Tuhan? Orang yang tidak bercela, melakukan yang
adil, mengatakan kebenaran, tidak menyebarkan fitnah, tak berbuat jahat pada
sesamanya. Yang hatinya dan pikirannya baik.
Menu utama:
Kebiasaan memberikan Stipendium
Menurut
Kitab Hukum Kanonik tahun 1983 (KHK), Stipendium
adalah sumbangan suka rela umat
beriman dalam bentuk uang kepada seorang imam dengan permintaan agar dirayakan satu atau
sejumlah Misa untuk ujud/intensi dari penderma. Stipendium merupakan balas jasa
dari penghargaan suka rela untuk seorang imam yang telah melayani suatu kebutuhan umat
beriman.
Stipendium (uang) yang diberikan
itu bukan ‘harga’ Misa, melainkan derma untuk keperluan sehari-hari imam,
dengan syarat imam itu mempersem-bahkan misa untuk ujud seperti yang diminta si
penderma. Sebenarnya satu stipendium itu identik dengan satu misa. Maka kalau
ada yang bertanya, berapa besarnya stipendium, rumusannya adalah kurang lebih
sebesar kebutuhan hidup seorang imam untuk satu hari. Mengapa sebesar itu?
Karena normalnya seorang imam mempersembahkan sehari satu misa saja.
(Kalau di beberapa paroki ada imam yang mempersembahkan lebih dari satu misa,
itu karena alasan pastoral. Kebutuhan umat akan pelayanan sakramen ekaristi banyak, sementara jumlah imam yang ada, tidak
sebanyak kebutuhan itu.
Alasan, stipendium diberikan
sebesar kebutuhan hidup maksudnya supaya jangan sampai ada pastor yang tidak
bisa melayani karena tidak tercukupi kebutuhannya. Dengan kata lain, karena
pekerjaan pokok dan utama seorang imam adalah pelayanan pastoral seperti itu,
maka dia juga harus dijamin supaya bisa hidup cukup pada hari itu.
Maka demi keadilan dan sekaligus
solidaritas para imam, beberapa keuskupan membuat aturan tentang Stipendium
ini. Catatan: Seorang imam tidak boleh menolak mendoakan suatu
intensi yang diminta umat hanya karena umat itu tidak mampu memberikan
stipendium. Jadi dalam hal ini jelas bahwa imam tidak boleh mengikat suatu
intensi dengan stipendium. Juga tidak boleh mengukur ketulusan pelayanan untuk
mendoakan intensi umatnya dengan besar atau kecilnya stipendium yang
diterimanya.
Iura stolae adalah: sumbangan umat beriman kepada seorang
imam yang melaksanakan perayaan sakramen (misalnya: baptis, perkawinan) atau
melakukan suatu pelayanan pastoral lainnya seperti pemberkatan rumah.
Kebiasaan yang berlaku umum di
paroki-paroki di indonesia, Iura Stolae yang diberikan kepada imam biasanya
disérahkan ke Keuskupan (via paroki). Artinya, Iura stolae tidak boleh masuk
kantong pribadi imam, tetapi diserahkan ke keuskupan.
Jika demikian, romonya dapat
apa? Bila imam yang melakukan pelayanan itu berasal dari luar paroki,
maka paroki tempat dia melakukan pelayanan itu, menerima (mengambil) iura
stolae tersebut, dan sebagai ucapan terima kasih, paroki akan memberikan
“honor” kepada imam yang bersangkutan. Tetapi, kalau imam yang melakukan
pelayanan itu adalah pastor yang bertugas di paroki itu, dia menyerahkannya
kepada keuskupan. Setiap akhir bulan dia akan mendapatkan “honor“ sesuai dengan
kesepakatan di keuskupan itu.
(diambil dari
berbagai sumber)
Hidangan ringan: Mengenal St.
Agustinus
Agustinus lahir di Tagaste, 13
November 354, ibunya bernama Monika, seorang Kristen yang saleh. Masa muda yang
cerdas namun tidak didasarkan pada pengolahan hati yang benar sehingga ia hidup
dalam budaya yang hedonis. Dia bergabung dengan orang muda yang melampiaskan
nafsu seksualnya dengan para wanita. Namun Ia sadar dan bertobat: Berapa
lama Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?
Dalam
masa krisis itu, Monika ibunya sangat berjasa dalam perubahan hidupnya.
Agustinus lalu terdorong untuk mengambil dan membaca kitab Suci: “Marilah
kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari...kenakanlah Tuhan Yesus
Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk
memuaskan keinginannya.” (Rom 13:13-14). Sejak saat itu ia bertobat dan
memulai hidup baru. Agustinus menjadi uskup tgl 24 April 387. Ia dikenal
sebagai pengkotbah yang ulung, dan ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mencari
dan mencintai Tuhan serta membawa sesamanya untuk juga mencintaiNya. Gelisah
hatiku sebelum beristirahat padamu Tuhan, itulah kata yang indah dari
st Agustinus.
Dalam
bukunya: Pengakuan, Agustinus banyak menulis tentang keutamaan-keutamaan
St.Monika selama hidupnya dan pengalaman hidupnya bersama dengan bundanya ini.
***
Menu katekese liturgy:
Doxologi Penutup
Bagian
terakhir dari semua Doa Syukur agung adalah doxology penutup. Kata doxology
berasal dari kata Yunani doxa, yang berarti yang diarahkan kepada
Bapa melalui Putra dalam Roh Kudus.
Rumusan doxology penutup pada semua
Doa syukur Agung dibuat sama. Imam menyanyikan atau mengucapkan:”Dengan
pengantaraan Kristus, bersama Dia, dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang
mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan,
sepanjang masa.” Dan umat menjawab dengan meriah, lantang dan mantap:
Amin. Aklamasi “Amin” dapat diulangi beberapa kali sebagai sahutan kegembiraan
yang menutup seluruh Doa Syukur Agung.
Kata “Amin” itu berasal dari bahasa
Ibrani amen, yang berarti: setuju, ya demikianlah”. Dengan demikian, kata
tersebut menunjuk ungkapan pengakuan, pengambilalihan dan persetujuan bahwa apa
yang dikatakan oleh pemimpin doa berlaku pula untuk saya, mengikat saya. Apa
yang di-amini? Yang diamini adalah pujian syukur dan hormat kepada Allah Bapa
yang mulia melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Pujian Syukur ini sebenarnya
sudah dilambungkan umat beriman kepada Allah Bapa melalui Yesus Kristus dalam
Roh Kudus sepanjang Doa syukur Agung sendiri. Hanya saja kini pada akhir DSA
disampaikan pujian syukur penutup seolah-olah menyimpulkan dan menegaskan
kembali apa yang telah dinjukkan selama DSA tadi. Itulah sebabnya Doxology pada
akhir DSA ini disebut Doxologi penutup. Dengan demikian, jawaban Amin dari umat
sebenarnya tidak hanya mengamini pujian Syukur pada doxology penutup ini saja,
tetapi juga untuk mengamini seluruh Doa Syukur Agung yang telah didoakan oleh
imam.
(Sumber
Katekese liturgy Keuskupan surabaya)
Hidangan
utama:
Sifat
sifat Hakiki Perkawinan
(berdasarkan
kanon 1056)
Kanon
1056 mengatakan: “Sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak
terputuskan, yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus karena
sakramen.”
Sifat-sifat hakiki perkawinan, yaitu monogami dan
sifat tak terputuskannya ikatan perkawinan, termasuk paham Perkawinan Katolik.
Patut diperhatikan bahwa penafsiran serta penerapannya di dalam Gereja Katolik
tak jarang berbeda dengan di kalangan non-Katolik. Kedua sifat hakiki ini
berkaitan erat sekali, sehingga perkawian kedua tidak sah, meskipun suami-istri
perkawinan pertama telah diceraikan secara sipil atau menurut hukum agama lain,
karena Gereja Katolik tidak mengakui validitas atau efektivitas perceraian itu.
Dengan demikian suami istri yang telah cerai itu di mata Gereja masih terikat
perkawinan dan tak dapat menikah lagi dengan sah. Andaikata itu terjadi,
maka di mata Gereja terjadi poligami suksesif.
a. Monogami
Monogami berarti perkawinan antara seorang pria dan
seorang wanita. Jadi, merupakan lawan dari poligami atau poliandri. Sebenarnya
UU Perkawinan RI No. 1 tahun 1974 juga menganut asas monogami, tetapi asas ini
tidak dipegang teguh karena membuka pintu untuk poligami, tetapi tidak untuk poliandri.
b. Implikasi atau konsekuensi Monogami
Sebaiknya dibedakan implikasi / konsekuensi moral dan
hukum. Di sini perhatian lebih dipusatkan pada hukum. Dengan berpangkal pada
kesamaan hak pria dan wanita yang setara, sehingga poligami dan poliandri disamakan:
(1). Mengesampingkan poligami simultan: dituntut
ikatan perkawinan dengan hanya satu jodoh pada waktu yang sama.
(2). Mengesampingkan poligami suksesif, artinya,
berturut-turut kawin cerai, sedangkan hanya perkawinan pertama yang dianggap
sah, sehingga perkawinan berikutnya tidak sah. Kesimpulan ini hanya dapat
ditarik berdasarkan posisi dua sifat perkawinan seperti yang dicanangkan Kan.
1056: monogami eksklusif dan tak terputuskannya ikatan perkawinan. Implikasi
dan konsekuensi ini lain - tetapi hal ini termasuk moral - ialah larangan
hubungan intim dengan orang ketiga.
c. Dasar Monogami
Dasar monogami dapat dilihat dalam martabat pribadi
manusia yang tiada taranya pria dan wanita yang saling menyerahkan dan menerima
diri dalam cintakasih total tanpa syarat dan secara eksklusif.
Dasar ini menjadi makin jelas bila dibandingkan dengan
alasan dalam UU Perkawinan yang memperbolehkan poligami, yakni: bila istri
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, cacat badan atau penyakit lain
yang tidak dapat disembuhkan, dan bila istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam pendasaran ini istri diperlakukan menurut
sifat-sifat tertentu, dan tidak menurut martabatnya sebagai pribadi manusia.
Bdk. Gagasan janji perkawinan: kasih setia dalam suka-duka, untung-malang,
sehat-sakit.
Tak jarang dilontarkan argumen mendukung poligami yang
dianggap lebih sosial menanggapi masalah kekurangan pria, sedangkan penganut
monogami tak tanggap terhadap kesulitan wanita mendapatkan jodoh. (bersambung minggu depan)
(Sumber:
artikel Rm A Dwi Joko, Pr)
Wahh,. KOKInya banyak banget. Di setiap URL pasti disitu ada KOKInya . SALUT deh..
BalasHapusHehe, lumayan nih. Mau mewartakan kerajaan Allah ^^ ^^
Hapus