Laman

Sabtu, 14 Oktober 2017

LAPAN Libatkan ITS dalam Teknologi Pembuatan Satelit

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali melebarkan sayapnya untuk berkontribusi dalam perkembangan teknologi negeri. Setelah berhasil mengambil andil dalam proyek pembuatan satelit LAPAN A4 yang sedang dalam proses produksi, kali ini ITS akan dilibatkan pula dalam pembuatan satelit LAPAN A5.

Dr Ir Teguh Hariyanto (kiri) memoderatori para narasumber
Dalam seri satelit A milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ini, LAPAN telah berhasil meluncurkan satelit A1 pada tahun 2007, kemudian meluncurkan satelit LAPAN A2 pada 2012, satelit LAPAN A3 pada 2016 dan LAPAN A4 yang sedang berada dalam proses produksi. Untuk satelit A5, LAPAN secara khusus bekerja sama dengan Chiba University, Jepang.

Dalam kuliah tamu yang bertempat di Ruang Sidang Utama Rektorat ITS, Rabu (6/9), Dr Albertus Heru selaku Ketua Tim Satelit A5 LAPAN, mengungkapkan bahwa kerja sama antara LAPAN dan Chiba University telah berlangsung sejak penandatanganan Memo of Understanding (MoU) pada Mei 2013 lalu. Chiba University diwakili Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL) milik Prof Josaphat Tetuko Sri Sumantyo PhD.

“LAPAN akan mengerjakan Platform/BUS-nya, sedangkan Profesor Josaphat akan menggarap sensor SAR untuk payload-nya,” jelas pria yang biasa disapa Heru ini dalam kuliah yang bertajuk Perkembangan Teknologi Satelit di Indonesia (A1 – A5) tersebut.

Teknologi yang dikembangkan untuk Satelit LAPAN A5 ini, lanjutnya, merupakan teknologi microsatelit canggih pertama di dunia yang menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR). Yakni merupakan bentuk radar yang digunakan untuk membuat gambar objek dua dimensi atau tiga dimensi, seperti landscape. SAR merupakan bentuk lanjutan dari Side Looking Airbone Radar (SLAR). Biasanya SAR dipasang pada platform yang bergerak, seperti pesawat terbang atau pesawat ruang angkasa.

Pada kesempatan yang sama, Prof Josaphat dari Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, Jepang menjelaskan bahwa SAR memiliki frekuensi 1-40 Giga hertz. Sedangkan panjang gelombang yang dihasilkan adalah 1 cm - 1 m lebih panjang dari butiran air di awan. “Dengan frekuensi dan panjang gelombang tersebut, dengan teknologi SAR ini dapat menembus awan, kabut, maupun asap yang menghalangi sensor,” papar Josaphat lagi.

Kelebihan lain dengan digunakannya SAR, imbuh Prof Josaphat, adalah saat penggunaan satelit pada malam hari. Sumber cahaya satelit ini berasal dari satelit sendiri sehingga apapun waktunya, satelit dapat tetap menghasilkan citranya. “Mulai dari intensity, fase, polarisasi, semua infonya dapat. Kita juga bisa mengetahui jarak dari suatu objek, akurasinya hanya beberapa sentimeter,” ungkap pria kelahiran Bandung tersebut.

Bahkan menurut Prof Josaphat, teknologi tersebut juga dapat melakukan mapping air bawah tanah. Teknologi SAR tentu jauh lebih baik dan dapat menghasilkan citra lebih baik daripada teknologi konvensional.

Ketika ditanya soal resolusi satelit, Prof Josaphat menjawab bahwa semua kembali lagi pada bandwidth (lebar pita, red). “Makin lebar bandwidth-nya, maka makin kecil resolusinya,” tutur pendiri yayasan Pandhito Panji Foundation tersebut. Bandwidth sendiri dalam teknologi komunikasi merupakan perbedaan antara frekuensi terendah dan frekuensi tertinggi dalam rentang tertentu.

Satelit ini, ungkap Josaphat, sangat bermanfaat untuk kegiatan perikanan dan maritim. “Banyak kecelakaan di darat atau laut. Saat ini Jepang pun terlalu banyak memiliki jalan tol. Pasti sulit jika melakukan pengawasan satu persatu,” papar Josaphat membagi pengalamannya. Satelit ini juga dapat mengetahui terowongan-terowongan besar agar dapat menghindari kerubuhannya. Satelit ini juga dapat mendeteksi pergerakan teroris.

Saat ini, pembuatan Satelit LAPAN A5 memasuki tahap riset model. Sebenarnya, ide teknologi SAR ini telah banyak dilirik oleh berbagai negara di dunia. “Sudah banyak diadopsi beberapa negara untuk merealisasikan, jadi kita dikejar waktu untuk membuatnya menjadi yang pertama di dunia,” tutur Josaphat penuh harap.

Selain Prof Josaphat Tetuko Sri Sumantyo PhD dan Dr Albertus Heru yang menyampaikan materi terkait satelit, dalam kuliah tamu ini juga dihadirkan narasumber lain dari Departemen Teknik Geomatika ITS sendiri, yaitu Prof Dr Ir Bangun Muljo Sukojo DEA DESS yang ahli dalam bidang geospasial.

Wakil Rektor IV bidang Penelitian, Inovasi dan Kerja Sama ITS, Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc, berharap agar ITS dapat banyak memberi kontribusi untuk pengembangan Satelit LAPAN A5 ini. “Butuh kerja sama baik dari LAPAN, Chiba University, dan ITS. Saya berharap dengan kerja sama ini maka peran ITS akan semakin terlihat dalam kerja sama ini,” ungkap guru besar Teknik Sistem Perkapalan ini saat membuka acara.

Kuliah tamu tersebut dilanjutkan dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) oleh semua tim satelit dari ITS, LAPAN, dan Prof Josaphat sebagai perwakilan dari Chiba University. Dari ITS sendiri melibatkan perwakilan dari beberapa departemen yang terkait antara lain Teknik Geomatika, Teknik Elektro, Teknik Material, Teknik Kelautan, dan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK).

Tahun ini, Satelit LAPAN A5 telah melalui tahapan desain flight model. Tahun depan perkembangannya menargetkan preliminary design review dan flight model SAR telah dilakukan. Target peluncurannya pada tahun 2021 akhir atau awal tahun 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar