Departemen Teknik Lingkungan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menghibahkan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) untuk mengolah air limbah dari industri makanan pempek agar
menjadi lebih ramah lingkungan. Penyerahan bantuan ini dilakukan secara
simbolis oleh tim Laboratorium Remidiasi Lingkungan ITS kepada pemilik rumah
produksi pempek Tjek Entis di daerah Medayu Utara, Surabaya, Senin (15/1) siang.
Camat Rungkut (kiri) menyerahkan bantuan IPAL dari ITS secara simbolis kepada Suparto, pengusaha pempek |
Bantuan IPAL tersebut berawal dari
pengajuan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) oleh tim yang
diketuai Ipung Fitri Purwanti ST MT PhD. Pengajuan ini akhirnya lolos terdanai
tahun 2017, sehingga Laboratorium Remidiasi Lingkungan berhasil membangun IPAL di
industri makanan milik Suparto tersebut.
”IPAL ini merupakan inisiatif dari tim Teknik
Lingkungan ITS untuk melakukan pengabdian pada masyarakat,” papar Ipung di sela
acara. Awalnya, lanjut Ipung, mereka bekerja sama dengan pihak dari Kecamatan
Rungkut, yang selanjutnya merekomendasikan bantuan diarahkan ke industri
makanan tersebut.
Suparto (tiga dari kanan) usai menerima bantuan IPAL secara simbolis dari Tim ITS |
Setiap minggunya, menurut doktor lulusan
Universiti Kebangsaan Malaysia ini, tidak kurang dari 150 kilogram ikan tengiri
diproses untuk dijadikan pempek di rumah produksi ini. Hasil sampingan produksi
berupa air limbah yang berbau dan berwarna keruh ini sangat berbahaya jika
dibuang langsung ke lingkungan sekitarnya.
“Sebelumnya, laboratorium kami melakukan
analisa terhadap air limbah tersebut. Hasil analisa yang ada menunjukkan bahwa
terdapat kadar zat organik, nitrogen, fosfor, minyak, lemak serta padatan
terlarut yang tinggi,” jelas perempuan berambut pendek ini. Hal ini,
menurutnya, dapat menyebabkan tumbuhnya eceng gondok di sungai secara berlebih.
Ipung memaparkan, pengolahan limbah air
dimulai dari bak kontrol yang berguna untuk mengatur banyaknya limbah yang
masuk. Bahan sisa tersebut kemudian melewati grease trap (bak penangkap lemak) untuk memisahkan minyak dan
lemak. “Proses selanjutnya adalah pemisahan padatan pada bak pengendap untuk
mengurangi beban zat organik. Proses ini dilakukan secara manual,” imbuhnya.
Limbah sisa pembuatan pempek kemudian
dimasukkan ke dalam tangki yang berisi bakteri EM16. Bakteri ini berguna untuk
mereduksi kandungan zat organik dalam limbah. Setelah reduksi kandungan zat
organik, air limbah kemudian dialirkan pada pipa paralon yang bermuara pada
tumbuhan tyfa atau Scirpus grossus. Tanaman ini mampu
mengurangi kandungan nitrogen dan fosfor. “Alhasil, limbah yang ada sudah bisa
dibuang secara aman,” tuturnya.
Ipung berharap agar kerjasama ini tidak hanya
sampai di sini. Departemen Teknik Lingkungan ITS menyatakan siap untuk memantau
IPAL tersebut. Selama tiga bulan ke depan, timnya akan terus melakukan
peninjauan mutu air yang berhasil terolah. Hal ini bisa dilihat dari kondisi
tanaman tyfa yang tumbuh. “Jika tidak
berhasil, kami akan melakukan pembenahan,” pungkas Ipung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar