Laman

Minggu, 21 Januari 2018

ITS Hibahkan IPAL ke Industri Pempek

Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menghibahkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengolah air limbah dari industri makanan pempek agar menjadi lebih ramah lingkungan. Penyerahan bantuan ini dilakukan secara simbolis oleh tim Laboratorium Remidiasi Lingkungan ITS kepada pemilik rumah produksi pempek Tjek Entis di daerah Medayu Utara, Surabaya, Senin (15/1) siang.

Camat Rungkut (kiri) menyerahkan bantuan IPAL dari ITS secara simbolis kepada Suparto, pengusaha pempek

Bantuan IPAL tersebut berawal dari pengajuan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) oleh tim yang diketuai Ipung Fitri Purwanti ST MT PhD. Pengajuan ini akhirnya lolos terdanai tahun 2017, sehingga Laboratorium Remidiasi Lingkungan berhasil membangun IPAL di industri makanan milik Suparto tersebut.

”IPAL ini merupakan inisiatif dari tim Teknik Lingkungan ITS untuk melakukan pengabdian pada masyarakat,” papar Ipung di sela acara. Awalnya, lanjut Ipung, mereka bekerja sama dengan pihak dari Kecamatan Rungkut, yang selanjutnya merekomendasikan bantuan diarahkan ke industri makanan tersebut.

Suparto (tiga dari kanan) usai menerima bantuan IPAL secara simbolis dari Tim ITS

Setiap minggunya, menurut doktor lulusan Universiti Kebangsaan Malaysia ini, tidak kurang dari 150 kilogram ikan tengiri diproses untuk dijadikan pempek di rumah produksi ini. Hasil sampingan produksi berupa air limbah yang berbau dan berwarna keruh ini sangat berbahaya jika dibuang langsung ke lingkungan sekitarnya.

“Sebelumnya, laboratorium kami melakukan analisa terhadap air limbah tersebut. Hasil analisa yang ada menunjukkan bahwa terdapat kadar zat organik, nitrogen, fosfor, minyak, lemak serta padatan terlarut yang tinggi,” jelas perempuan berambut pendek ini. Hal ini, menurutnya, dapat menyebabkan tumbuhnya eceng gondok di sungai secara berlebih.

Ipung memaparkan, pengolahan limbah air dimulai dari bak kontrol yang berguna untuk mengatur banyaknya limbah yang masuk. Bahan sisa tersebut kemudian melewati grease trap (bak penangkap lemak) untuk memisahkan minyak dan lemak. “Proses selanjutnya adalah pemisahan padatan pada bak pengendap untuk mengurangi beban zat organik. Proses ini dilakukan secara manual,” imbuhnya.
Limbah sisa pembuatan pempek kemudian dimasukkan ke dalam tangki yang berisi bakteri EM16. Bakteri ini berguna untuk mereduksi kandungan zat organik dalam limbah. Setelah reduksi kandungan zat organik, air limbah kemudian dialirkan pada pipa paralon yang bermuara pada tumbuhan tyfa atau Scirpus grossus. Tanaman ini mampu mengurangi kandungan nitrogen dan fosfor. “Alhasil, limbah yang ada sudah bisa dibuang secara aman,” tuturnya. 

Ipung berharap agar kerjasama ini tidak hanya sampai di sini. Departemen Teknik Lingkungan ITS menyatakan siap untuk memantau IPAL tersebut. Selama tiga bulan ke depan, timnya akan terus melakukan peninjauan mutu air yang berhasil terolah. Hal ini bisa dilihat dari kondisi tanaman tyfa yang tumbuh. “Jika tidak berhasil, kami akan melakukan pembenahan,” pungkas Ipung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar