Respon cepat diberikan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) atas peta jalan dan strategi Indonesia dalam menerapkan Revolusi
Industri 4.0, Making Indonesia 4.0,
yang dirilis oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Rabu (5/4) lalu.
Menggandeng Dewan Riset Nasional (DNR), anggota legislatif DPR RI dan praktisi
ITS menggelar Focus Group Discussion (FGD)
untuk memberikan masukan kepada pemerintah terkait urgensitas inovasi dan
kesiapan menyongsong era industri 4.0, Senin (9/4), di Rektorat ITS.
Menghadirkan pembicara antara lain Ir Irnanda
Laksanawan MSc Eng PhD sebagai perwakilan dari DNR, anggota Komisi XI Badan
Anggaran DPR RI Ir H M Romahurmuziy MT, Direktur Pusat Unggulan IPTEKS (PUI)
Sistem Kontrol Otomotif (SKO) Nur Yuniarto ST PhD, Direktur Utama PT INTI Dr
Darman Mappangara M Eng Sc MBA, serta Wakil Rektor ITS bidang Inovasi, Kerja Sama, Kealumnian, dan Hubungan
Internasional ITS Prof Dr Ir Ketut Buda Artana ST MSc. Diskusi ini memusatkan
perhatian pada peran perguruan tinggi dalam mendukung industri nasional melalui
riset dan inovasi technopark.
Ketut Buda Artana
menjelaskan, technopark adalah salah
satu implementasi paling relevan dalam mewujudkan Revolusi Industri 4.0
Indonesia melalui perguruan tinggi. Di China, 25 persen Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) berasal dari sektor technopark
yang juga menyumbang 23 persen dari total pajak negara. “Tentunya ini dapat
menjadi acuan Indonesia tentang besarnya manfaat yang dapat diperoleh melalui
sektor ini,” urainya bersemangat.
Lebih lanjut, kata
Ketut, pengembangan bidang technopark
ini juga selaras dengan visi ITS yang lebih dahulu mengembangkan kawasan technopark di wilayahnya. “Saat ini ITS
telah memiliki tiga Pusat Unggulan Iptek (PUI) dalam bidang otomotif, industri
kreatif, dan maritim,” paparnya.
Hal ini diamini oleh H M Romahurmuziy yang memaparkan
bahwa pengembangan technopark telah
sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 106 Tahun 2017 tentang
Kawasan Sains dan Teknologi. “Pembangunan kawasan sains dan teknologi tentunya
tidak dapat dilepaskan dari peran perguruan tinggi, karena kembali lagi para
pemikir bersarang di institusi,” ujar pemimpin salah satu parpol di Indonesia
tersebut.
Dilanjutkannya, jumlah PUI di Indonesia dapat
mengakselerasi lahirnya inovasi baru di bidang teknologi. “Inovasi yang lahir
dari perusahaan hampir jarang terdengar oleh karenanya perguruan tinggi
memiliki pekerjaan rumah untuk merealisasikan riset-riset yang mereka miliki,”
tutur pria yang akrab disapa Romi tersebut
Keberadaan ITS sebagai perguruan tinggi paling
inovatif di Indonesia, lanjut Romi, dapat menjadi pelecut bagi perguruan tinggi
lain untuk terus melakukan riset dan inovasi demi kemajuan bangsa. “Besar harapan
saya, ITS dapat menjadi pioneer inovasi bidang sains dan teknologi di Indonesia
guna menjawab tantangan di era Internet
of Things ini,” tuturnya sembari tersenyum.
Pada kesempatan yang sama, Nur Yuniarto, memaparkan
beberapa alasan mengapa industri otomotif sulit berkembang di Indonesia.
Peneliti mobil listrik nasional ini menganggap ada enam faktor yang menyebabkan
lambannya pertumbuhan industri otomotif di Indonesia.
“Mulai dari rendahnya goodwill di Indonesia, regulasi yang mematikan, kurangnya nasionalisme,
pengembangan yang tidak terkoordinasi dan terintregasi, ketidakpercayaan pada
bangsa sendiri hingga menghamba pada bangsa lain adalah hal-hal yang mematikan
perkembangan industri otomotif di Indonesia,” urai dosen Teknik Mesin ITS
tersebut.
Oleh karena itu, dalam forum ini juga dibahas
mengenai wacana Undang-Undang Inovasi oleh Dewan Riset Nasional. Ketut, sebagai
perwakilan dari perguruan tinggi, menyambut baik wacana tersebut. Guru Besar
Teknik Sistem Perkapalan ini menyebutkan, nantinya UU Inovasi diharapkan dapat
memberikan jaminan terhadap upaya riset yang berujung pada arah komersialisasi
dan inovasi.
“Selain itu perlu diatur pula jaminan bahwa kegiatan
inovasi dan riset menadapatkan dana yang cukup dari pemerintah sehingga tidak
ada lagi yang namanya kegagalan riset karena kekurangan dana,” celetuknya
sembari tertawa.
Luaran dari FGD ini akan diterjemahkan ITS
sebagai respon perguruan tinggi dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
“Nantinya, tentu akan berdampak pada sistem pendidikan, kelembagaan, hingga
program strategis ITS ke depan,” pungkas Ketut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar