Menanggapi berita yang beredar terkait
dugaan keterlibatan atas tindakan terorisme di Surabaya yang melibatkan alumninya,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pun menggelar konferensi
pers untuk mengklarifikasi berita tersebut di Gedung Rektorat ITS, Selasa
(15/5) sore.
Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MSc ES PhD
mengatakan, pertama terduga pelaku atas nama Anton Ferdianto memang pernah tercatat
sebagai mahasiswa D-III Teknik Elektro ITS pada tahun 1991. Namun, ia tercatat
hanya menjalani kuliah satu tahun dan selanjutnya tidak aktif kembali. “Atas
dasar tersebut bisa dikatakan dia bukanlah alumnus ITS. Kami tidak mengetahui
status yang bersangkutan selanjutnya,” ujarnya di hadapan awak media.
Kemudian terduga pelaku kedua atas nama
Budi Satrijo pernah tercatat sebagai mahasiswa Teknik Kimia program studi S1
tahun 1988 dan lulus pada tahun 1996. Pihaknya menjelaskan, pada masa studinya
Budi tidak memperlihatkan tanda-tanda mencurigakan dan normal seperti mahasiswa
lainnya. Budi juga aktif dalam kegiatan berwirausaha.
“Sebagai alumnus yang lulus 22 tahun yang
lalu, seluruh aktivitas yang bersangkutan tentunya di luar sepengetahuan ITS
dan semua merupakan tanggungjawab pribadi masing-masing di depan hukum,” jelas
Prof Joni.
Rektor ITS ini juga menjelaskan bahwa ITS
memiliki seratus ribu lebih alumni yang tersebar di seluruh Indonesia dan luar
negeri, dan yang aktif dalam kegiatan alumni hanya sekitar seribu orang. Sedang
kedua terduga pelaku tersebut merupakan alumni yang tidak aktif di ITS. “Selama
ini kegiatan yang terkait alumni, kita bekerja sama dengan IKA (Ikatan Alumni,
red) ITS. IKA lah yang menentukan siapa alumni yang akan menjadi pembicara jika
diundang dalam acara ITS dan kedua terduga pelaku ini tidak pernah menjadi
pembicara,” ujar pria yang gemar bermain piano ini.
Sehingga pada kesimpulannya atas tindakan
kedua terduga pelaku teror tersebut, Joni menegaskan bahwa ITS tidak memiliki
kaitan dengan apa yang mereka lakukan setelah lulus atau tidak terlibat lagi
dengan ITS.
Klarifikasi Pemecatan Dosen
Dalam konferensi pers ini, Prof Joni juga
melakukan klarifikasi terkait pernyataan Menristekdikti Mohamad Nasir kepada
media mengenai adanya dosen dan dekan di ITS yang dipecat karena diduga terlibat
dengan gerakan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang telah dilarang oleh
pemerintah.
Dalam hal ini, Prof Joni menjelaskan bahwa
sebenarnya pihak ITS saat ini masih melakukan proses penyelidikan untuk membuktikan
keterlibatan para dosen tersebut. Namun, pihaknya membantah bila telah memecat
ketiga dosen yang diberitakan tersebut sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
“Benar ada dugaan atas kasus tersebut dan
kami sedang melakukan penyelidikan kepada mereka, namun dua dosen dan satu
dekan tersebut statusnya tidak dipecat dari status PNS. Hanya kami berhentikan
sementara dari jabatan strukturalnya, yang berkaitan juga masih mengajar di
ITS,” jelas Joni.
Joni meyakini adanya salah komunikasi atau
salah kutip dari media terkait atas apa yang dinyatakan oleh Menristekdikti
tersebut. “Saya sudah komunikasikan dengan Pak Menteri (Menristekdikti, red),
karena memecat seseorang dari status PNS-nya itu tidak mudah. Kita harus
memeriksa pelanggaran tersebut, mengacu pada pelanggaran apa, itu harus
detail,” papar guru besar Teknik Lingkungan ini.
Menurut Joni, ITS saat ini juga sudah
membentuk tim Bina Khusus untuk mengaji lebih dalam terhadap dosen dan dekan
ITS yang terlibat dengan HTI. Tim Bina Khusus ini terdiri dari Wakil Rektor,
dari biro hukum, para wakil dekan dan beberapa ahli lainnya. “Mereka akan
menyelidiki kasus ini dan akan memberikan arahan kepada saya untuk selanjutnya
saya usulkan kepada Pak Menteri,” sambungnya.
Joni juga mengatakan, terkait peristiwa yang terjadi
akhir-akhir ini, ITS tidak mau diklaim sebagai kampus radikal. “Atas kejadian
akhir-akhir ini juga, kami tidak mau menjadikan para mahasiswa takut untuk
mempelajari agama mereka sendiri,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar