Prototipe menjadi barang yang dibutuhkan,
terutama dalam bidang desain. Pasalnya, prototipe merupakan gambaran awal dari
sebuah ide sebelum nantinya direalisasikan menjadi produk yang sebenarnya.
Melihat hal tersebut sebagai peluang bisnis, empat mahasiswa Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya termotivasi menciptakan Tigadeku, market place online yang menyediakan jasa prototyping,
desain, dan scanning tiga dimensi
(3D).
Ialah Imam Bagaskara, Dimas Bayu
Prihandana, Hamasah Dinillah, dan Surya Pusparina asal Departemen Desain Produk
Industri ITS yang menggagas ide tersebut melalui Program Kreativitas Mahasiswa
Kewirausahaan (PKM-K). Dengan karya tersebut, tim ini pun lolos untuk bertarung
di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2018 di Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), akhir Agustus mendatang.
Ketua tim, Imam Bagaskara mengatakan bahwa
layanan jasa yang ditawarkan oleh Tigadeku dijual secara terpisah. “Pelanggan
dapat memesan jasa desainnya saja, prototipe, scanning, atau juga bisa memesan desain sekaligus prototipenya,” jelasnya.
Untuk pembuatan desainnya sendiri, menurut
mahasiswa yang biasa disapa Bagas ini, pelanggan dapat memesan sesuai keinginan
dan hasilnya dalam bentuk softfile. “Apabila
ingin dibuatkan prototipenya saja, jenis berkas desain dari pelanggan harus
dalam bentuk dot ojt (.ojt) atau dot stl (.stl),” tambah Bagas.
Dalam pembuatan prototipe, lanjut Bagas, sebelum
dicetak menggunakan alat 3D printer, file desain terlebih dahulu mengalami
proses slicing. “Proses tersebut
berfungsi untuk mengatur jenis material yang akan digunakan, suhu, skala,
ketebalan, penataan tempat dan lain-lain,” urai Bagas lagi.
Produk-produk hasil desain dan prototyping dari Tigadeku |
Sementara itu, Hamasah Dinillah, salah
satu anggota tim menjelaskan bahwa timnya menggunakan alat 3D printer dengan
metode additive manufacturing. “Additive manufacturing merupakan metode
dengan penambahan layer-layer sampai
akhirnya membentuk benda,” terang mahasiswi angkatan 2014 itu.
Lebih lanjut, Hamasah menyampaikan bahwa pada
metode ini, filament sebagai material
mentahnya dilelehkan oleh panas yang berasal dari listrik. Kemudian filament tersebut ditarik sesuai
koordinat yang diintegrasikan melalui software
atau aplikasi pada komputer.
Metode ini dipilih oleh Hamasah dan tim
karena material yang digunakan lebih efektif. “Apabila menggunakan metode subtractive, material yang digunakan
harus lebih banyak serta sisa dari material yang tak terpakai sudah tidak bisa
didaur ulang,” imbuhnya.
Sedangkan untuk proses scanning-nya, tim ini menggunakan alat
3D scanner. Hal yang harus disiapkan
dalam proses scanning ini antara lain
intensitas cahaya yang cukup, serta tidak adanya penghalang (obstacle) agar mudah untuk mendapatkan
gambar objek secara 360 derajat.
Untuk pemasarannya, Tigadeku sudah
menggunakan website resminya yaitu
3deku.com dan akun media sosial intagram tigadekoe. Selain menerima pesanan
secara online, Tigadeku juga menerima
pesanan secara offline atau langsung.
Untuk mahasiswa sendiri Tigadeku menyiapkan harga khusus yang lebih terjangkau.
Selain melayani desain dari pelanggan,
Tigadeku juga bekerja sama dengan laboratorium Human Center Design ITS untuk
membuat desain prosthetic atau alat
buatan seperti lengan, kaki yang nantinya akan dibagikan gratis kepada
masyarakat.
Bagas juga menyampaikan bahwa jika
dibandingkan dengan pemilik jasa prototyping
lain, Tigadeku memiliki keunggulan, yakni menyediakan lebih banyak jenis
material di antaranya pla, hbs, flx, hips, dan lain-lain. “Jarang sekali ada
jasa prototyping yang menyediakan
terutama untuk jenis hbs, karena perawatannya yang susah,” ungkapnya.
Sementara itu, guna meningkatkan
produktivitas dan memenuhi banyaknya pesanan yang datang, Tigadeku pun
menggandeng beberapa pemilik 3D printing
lain sebagai mitra kerja. Tim bimbingan Djoko Kuswanto ST ini pun masih
berkeinginan untuk terus mengembangkan website
Tigadeku agar nantinya bisa diakses oleh desainer 3D untuk dapat berjualan di
Tigadeku.
Di akhir, Bagas dan tim pun berharap agar
lebih banyak lagi generasi muda yang semakin kreatif untuk berkarya. “Baik karyanya untuk
dikomersilkan atau untuk riset, semoga atmosfer berkarya di Indonesia semakin
bagus,” pungkas mahasiswa asal Bojonegoro itu sembari tersenyum. (HUMAS ITS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar