Sebagai wujud kepedulian terhadap perkembangan
revolusi industri 4.0 dan pentingnya sebuah karya memiliki Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
mengadakan acara Sharing Session dengan
tema Intelectual Property Right
Empowerment Center (IPEC) di Gedung Rektorat ITS, Jumat (12/10). Kegiatan
ini merupakan inisiasi dari Wakil Rektor IV ITS bidang Inovasi, Kerja Sama,
Kealumnian, dan Hubungan Internasional Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc.
Dalam sharing
session ini, Ketut mengatakan, IPEC merupakan sebuah platform yang akan dibuat oleh tim gabungan dari teaching class tentang industri 4.0 yang
diselenggarakan oleh sebuah yayasan di Jakarta yaitu United in Diversity (UID).
Ia menjelaskan, IPEC yang akan dibuat ini bertujuan memberdayakan
Intelectual Property (IP) lokal
(Indonesia). Selain itu, dengan adanya IPEC ini nantinya juga diharapkan akan
menciptakan market place, di mana
antara mereka yang menghasilkan paten dan mereka yang memanfaatkannya akan dipertemukan
dalam satu platform ini.
Pada acara sharing
session ini juga mengundang berbagai pemerhati IP di Surabaya, mulai dari
lingkungan perguruan tinggi yaitu dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa),
Universitas Airlangga (Unair), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), dan
juga para pelaku industri yang salah satunya Mohammad Sholikin atau Cak Ikin
selaku pemilik IP Kartun Suroboyo,
serta para mahasiswa dan dosen di lingkup ITS.
“Mereka sengaja kami undang agar dapat memberikan
masukan kepada IPEC, dan kami akan mendata segala saran dari mereka, salah
satunya masalah yang mereka hadapi selama menjadi pemilik IP,” paparnya.
Alumni doktor dari Kobe University, Jepang tersebut
juga menjelaskan bahwa pendidikan tentang IP atau HAKI baik di lingkup
pendidikan maupun masyarakat masih sangat kurang. Oleh karena itu, dengan
adanya platform IPEC ini nantinya
selain untuk membuka market place
bagi para wirausaha di bidang IP lokal, juga dapat menumbuhkan kepedulian
masyarakat atas IP lokal ini.
“Kami sepakat untuk mengangkat topik tentang
pemberdayaan kekayaan intelektual, dasarnya kita (Indonesia, red) memang punya
riset dan paten lumayan banyak, tetapi yang termanfaatkan masih sedikit.
Industri banyak tapi tidak punya research
and development-nya,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, keadaan tersebut menunjukkan bahwa ada
peluang untuk menyuplai kebutuhan industri terhadap paten-paten lokal yang ada,
sehingga IPEC ini digagas untuk menjawab persoalan tersebut. Selama ini
kondisinya para pemilik IP kesulitan dalam memasarkan produk mereka, dan
industri juga kesulitan untuk mencari informasi IP lokal. “Hal itu menyebabkan
industri di Indonesia banyak memakai IP luar negeri,” tandasnya.
Ketut juga menjelaskan bahwa platform IPEC ini nantinya akan serupa dengan platform e-commerce yang sudah ada di Indonesia saat ini. Namun
bedanya, IPEC mempertemukan antara para pemilik IP, investor sekaligus para
pelaku industri yang akan menggunakan IP tersebut.
“Ini nanti kami usahakan ada dahulu market place-nya, untuk data
infrastrukturnya kami akan menggunakan Telkom dahulu,” terang dosen Teknik
Sistem Perkapalan ini. Nantinya setiap perguruan tinggi, pelaku industri dan
industri kreatif akan diberikan sebuah akun, agar setiap paten yang dihasilkan
dapat dipromosikan pada market place
IPEC.
Sementara itu, Adrian Elkana selaku Ketua Koordinator
Tim IPEC mengatakan, pertama dilihat dari sisi industri adanya IPEC ini juga
sebagai langkah Indonesia untuk memasuki industri 4.0. Dalam industri 4.0, para
pelaku bisnis tidak cukup hanya bermain di level manufaktur, namun harus lebih
tinggi.
Kedua, IPEC juga dapat meningkatkan nilai tambah
ekonomi dari manufaktur. “Kalau marginnya hanya 10 persen, kalau kita main di
IP bisa lebih tinggi,” ujarnya. Sedang ketiga, lanjutnya, IPEC juga dapat
memberdayakan IP lokal yang ada. Karena selama ini industri lebih banyak
menggunakan IP luar, misalnya karakter Transformers
lebih sering dipakai di berbagai produk daripada karakter lokal sendiri.
Untuk rencana ke depan, menurut Adrian, IPEC akan
dibuat terlebih dahulu bentuk platform-nya,
kemudian baru akan disosialisasikan ke ranah yang lebih luas lagi. “Dari hasil
diskusi hari ini (12/10), pada tanggal 18 Oktober nanti akan kita presentasikan
di kelas industri 4.0 yang terdiri dari lembaga pemerintah dan industri yang
tergabung di kelas UID,” paparnya.
Untuk harapan ke depan, Dadan Nugraha mengatakan,
kalau dari sisi Kemenristekdikti memang selalu mengamanatkan adanya hilirisasi
dari penelitian-penelitian yang sudah ada patennya di perguruan tinggi. “IPEC
ini juga bisa diartikan sebagai tools
untuk mendukung program hilirisasi dari Kemenristekdikti,” ujarnya.
Diharapkan dengan akan dibuatnya platform IPEC ini bisa memacu program-program besar
Kemenristekdikti seperti Science Techno
Park (STP) agar bisa berjalan dengan baik. Di samping itu juga dapat
memunculkan wirausaha-wirausaha baru berbasis IP di Indonesia. “Harapan
terbesar dari adanya IPEC ini ujungnya yaitu dapat tercipta kemandirian bangsa,
kita bisa maju dengan IP kita sendiri, sehingga bisa bermunculan perusahaan lokal
yang mendunia,” pungkasnya.
Untuk menanungi platform ini nantinya, Ketut mengatakan, IPEC akan dibuatkan sebuah
lembaga profesional nirlaba. Tidak ikut pemerintah ataupun institusi
pendidikan, agar proses untuk menjalankan bisnisnya lebih cepat. “Artinya tidak semata-mata mengutamakan
keuntungan, apapun semua transaksi di IPEC, hasilnya untuk membesarkan platform ini,” rampungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar