Laman

Sabtu, 13 Oktober 2018

ITS Inisiasi Pembuatan Platform untuk Pasarkan Paten Lokal

Sebagai wujud kepedulian terhadap perkembangan revolusi industri 4.0 dan pentingnya sebuah karya memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengadakan acara Sharing Session dengan tema Intelectual Property Right Empowerment Center (IPEC) di Gedung Rektorat ITS, Jumat (12/10). Kegiatan ini merupakan inisiasi dari Wakil Rektor IV ITS bidang Inovasi, Kerja Sama, Kealumnian, dan Hubungan Internasional Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc.


Dalam sharing session ini, Ketut mengatakan, IPEC merupakan sebuah platform yang akan dibuat oleh tim gabungan dari teaching class tentang industri 4.0 yang diselenggarakan oleh sebuah yayasan di Jakarta yaitu United in Diversity (UID).  

Tim tersebut beranggotakan Ketut sendiri sebagai wakil dari ITS; Executive General Manager Divisi Digital Service Telkom Arief Musta’in; Kepala Bagian Publikasi dan Dokumentasi, Sekretariat Jenderal , Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Dadan Nugraha; dan Ketua Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia (Ainaki) Adrian Elkana.

Ia menjelaskan, IPEC yang akan dibuat ini bertujuan memberdayakan Intelectual Property (IP) lokal (Indonesia). Selain itu, dengan adanya IPEC ini nantinya juga diharapkan akan menciptakan market place, di mana antara mereka yang menghasilkan paten dan mereka yang memanfaatkannya akan dipertemukan dalam satu platform ini.

Pada acara sharing session ini juga mengundang berbagai pemerhati IP di Surabaya, mulai dari lingkungan perguruan tinggi yaitu dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), dan juga para pelaku industri yang salah satunya Mohammad Sholikin atau Cak Ikin selaku pemilik IP Kartun Suroboyo, serta para mahasiswa dan dosen di lingkup ITS.

“Mereka sengaja kami undang agar dapat memberikan masukan kepada IPEC, dan kami akan mendata segala saran dari mereka, salah satunya masalah yang mereka hadapi selama menjadi pemilik IP,” paparnya.

Alumni doktor dari Kobe University, Jepang tersebut juga menjelaskan bahwa pendidikan tentang IP atau HAKI baik di lingkup pendidikan maupun masyarakat masih sangat kurang. Oleh karena itu, dengan adanya platform IPEC ini nantinya selain untuk membuka market place bagi para wirausaha di bidang IP lokal, juga dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat atas IP lokal ini.
“Kami sepakat untuk mengangkat topik tentang pemberdayaan kekayaan intelektual, dasarnya kita (Indonesia, red) memang punya riset dan paten lumayan banyak, tetapi yang termanfaatkan masih sedikit. Industri banyak tapi tidak punya research and development-nya,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, keadaan tersebut menunjukkan bahwa ada peluang untuk menyuplai kebutuhan industri terhadap paten-paten lokal yang ada, sehingga IPEC ini digagas untuk menjawab persoalan tersebut. Selama ini kondisinya para pemilik IP kesulitan dalam memasarkan produk mereka, dan industri juga kesulitan untuk mencari informasi IP lokal. “Hal itu menyebabkan industri di Indonesia banyak memakai IP luar negeri,” tandasnya.

Ketut juga menjelaskan bahwa platform IPEC ini nantinya akan serupa dengan platform e-commerce yang sudah ada di Indonesia saat ini. Namun bedanya, IPEC mempertemukan antara para pemilik IP, investor sekaligus para pelaku industri yang akan menggunakan IP tersebut.

“Ini nanti kami usahakan ada dahulu market place-nya, untuk data infrastrukturnya kami akan menggunakan Telkom dahulu,” terang dosen Teknik Sistem Perkapalan ini. Nantinya setiap perguruan tinggi, pelaku industri dan industri kreatif akan diberikan sebuah akun, agar setiap paten yang dihasilkan dapat dipromosikan pada market place IPEC.

Sementara itu, Adrian Elkana selaku Ketua Koordinator Tim IPEC mengatakan, pertama dilihat dari sisi industri adanya IPEC ini juga sebagai langkah Indonesia untuk memasuki industri 4.0. Dalam industri 4.0, para pelaku bisnis tidak cukup hanya bermain di level manufaktur, namun harus lebih tinggi.

Kedua, IPEC juga dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dari manufaktur. “Kalau marginnya hanya 10 persen, kalau kita main di IP bisa lebih tinggi,” ujarnya. Sedang ketiga, lanjutnya, IPEC juga dapat memberdayakan IP lokal yang ada. Karena selama ini industri lebih banyak menggunakan IP luar, misalnya karakter Transformers lebih sering dipakai di berbagai produk daripada karakter lokal sendiri.

Untuk rencana ke depan, menurut Adrian, IPEC akan dibuat terlebih dahulu bentuk platform-nya, kemudian baru akan disosialisasikan ke ranah yang lebih luas lagi. “Dari hasil diskusi hari ini (12/10), pada tanggal 18 Oktober nanti akan kita presentasikan di kelas industri 4.0 yang terdiri dari lembaga pemerintah dan industri yang tergabung di kelas UID,” paparnya.

Untuk harapan ke depan, Dadan Nugraha mengatakan, kalau dari sisi Kemenristekdikti memang selalu mengamanatkan adanya hilirisasi dari penelitian-penelitian yang sudah ada patennya di perguruan tinggi. “IPEC ini juga bisa diartikan sebagai tools untuk mendukung program hilirisasi dari Kemenristekdikti,” ujarnya.

Diharapkan dengan akan dibuatnya platform IPEC ini bisa memacu program-program besar Kemenristekdikti seperti Science Techno Park (STP) agar bisa berjalan dengan baik. Di samping itu juga dapat memunculkan wirausaha-wirausaha baru berbasis IP di Indonesia. “Harapan terbesar dari adanya IPEC ini ujungnya yaitu dapat tercipta kemandirian bangsa, kita bisa maju dengan IP kita sendiri, sehingga bisa bermunculan perusahaan lokal yang mendunia,” pungkasnya.

Untuk menanungi platform ini nantinya, Ketut mengatakan, IPEC akan dibuatkan sebuah lembaga profesional nirlaba. Tidak ikut pemerintah ataupun institusi pendidikan, agar proses untuk menjalankan bisnisnya lebih cepat.  “Artinya tidak semata-mata mengutamakan keuntungan, apapun semua transaksi di IPEC, hasilnya untuk membesarkan platform ini,” rampungnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar