Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memiliki perhatian tinggi dalam
kesiapan teknologi pemanfataan biodiesel untuk mesin berbasis industri maritim.
Salah satunya adalah melakukan penelitian pemanfaatan minyak nabati untuk
dijadikan biodiesel.
Presiden Republik Indonesia (RI), Ir H Joko Widodo,
juga telah menandatangani payung hukum pemanfataan biodiesel B20 pada Agustus
2018 lalu. B20 merupakan bahan bakar yang dibuat dengan memanfaatkan sumber
dari minyak nabati yang merupakan bahan bakar yang renewable. Langkah yang dilakukan oleh Siskal ITS ini merupakan
salah satu upaya dalam rangka mendukung dan mensukseskan program pemerintah
yaitu Mandatori B20 dalam industri.
Kepala Departemen Siskal ITS, Dr Eng M Badrus Zaman ST
MT mengungkapkan, sejak tahun 2000 sudah dilakukan penelitian terhadap berbagai
minyak nabati. Seperti CPO (crude palm
oil), minyak goreng, minyak kemiri, minyak jarak, dan minyak jelantah untuk
diubah menjadi biodiesel. Bahkan biodiesel tersebut sudah dilakukan pengujian
pada kendaraan bermotor berbasis diesel.
“Dalam skala laboratorium juga sudah dilakukan
pengujian dengan menggunakan mesin land
use dengan putaran 1.500 sampai 2.500 rpm dengan berbagai variasi bahan
bakar. Mulai B10, B20, B50 hingga B100 atau biodiesel murni,” paparnya.
Hasilnya, lanjut Badrus, biodiesel dapat digunakan secara baik untuk berbagai
variasi tersebut. Namun, patut diperhatikan juga terhadap komponen mesin yang
menggunakan karet dan filter yang cenderung lebih cepat mengalami keausan.
Badrus berpendapat, diperlukan pemantapan yang lebih
mendalam lagi. Terutama terkait dampak yang ditimbulkan. Termasuk kajian yang
menyeluruh dari sisi komersil tingkat keekonomian dari penggunaan B20 ini. Untuk
itu, pada 24 Oktober lalu di Jakarta, Siskal ITS juga telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang
bertajuk Kesiapan Penggunaan Bahan Bakar
B20 pada Industri Maritim.
Adapun tujuan dari FGD tersebut, menurut Badrus,
adalah untuk mendapatkan masukan dan share
info mengenai kesiapan dan beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk
menggunakan bahan bakar B20 di industri kapal. “Karenanya FGD itu juga melibatkan
beberapa narasumber baik pelaku indutri perkapalan, pemberi kebijakkan, Pertamina,
dan dari Kemeneterian ESDM,” ujarnya.
Dijelaskan Badrus juga bahwa sebagai bahan bakar,
penggunaan B20 memliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar solar
(minyak bumi). Dari data yang pernah dirilis oleh Pertamina, Ba20 memiliki
kandungan oksigen dan nilai setana yang lebih tinggi, di mana kedua komponen
ini cukup signifikan dalam proses pembakaran.
Kandungan oksigen pada bahan bakar biosolar
menyebabkan proses pembakaran yang lebih sempurna dibandingkan pada bahan bakar
solar murni. “Dari kajian kami terhadap proses pembakaran dan juga emisi yang
diukur, penggunaan bahan bakar biosolar memiliki sifat yang hampir sama dengan
bahan bakar solar murni, tetapi emisi yang ditimbulkan lebih rendah dibandingkan
dengan bahan bakar solar,” urainya. (HUMAS
ITS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar