Laman

Sabtu, 10 November 2018

ITS Siapkan Implementasi Penggunaan Bahan Bakar B20


Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memiliki perhatian tinggi dalam kesiapan teknologi pemanfataan biodiesel untuk mesin berbasis industri maritim. Salah satunya adalah melakukan penelitian pemanfaatan minyak nabati untuk dijadikan biodiesel.


Presiden Republik Indonesia (RI), Ir H Joko Widodo, juga telah menandatangani payung hukum pemanfataan biodiesel B20 pada Agustus 2018 lalu. B20 merupakan bahan bakar yang dibuat dengan memanfaatkan sumber dari minyak nabati yang merupakan bahan bakar yang renewable. Langkah yang dilakukan oleh Siskal ITS ini merupakan salah satu upaya dalam rangka mendukung dan mensukseskan program pemerintah yaitu Mandatori B20 dalam industri.

Kepala Departemen Siskal ITS, Dr Eng M Badrus Zaman ST MT mengungkapkan, sejak tahun 2000 sudah dilakukan penelitian terhadap berbagai minyak nabati. Seperti CPO (crude palm oil), minyak goreng, minyak kemiri, minyak jarak, dan minyak jelantah untuk diubah menjadi biodiesel. Bahkan biodiesel tersebut sudah dilakukan pengujian pada kendaraan bermotor berbasis diesel.

“Dalam skala laboratorium juga sudah dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin land use dengan putaran 1.500 sampai 2.500 rpm dengan berbagai variasi bahan bakar. Mulai B10, B20, B50 hingga B100 atau biodiesel murni,” paparnya. Hasilnya, lanjut Badrus, biodiesel dapat digunakan secara baik untuk berbagai variasi tersebut. Namun, patut diperhatikan juga terhadap komponen mesin yang menggunakan karet dan filter yang cenderung lebih cepat mengalami keausan.

Badrus berpendapat, diperlukan pemantapan yang lebih mendalam lagi. Terutama terkait dampak yang ditimbulkan. Termasuk kajian yang menyeluruh dari sisi komersil tingkat keekonomian dari penggunaan B20 ini. Untuk itu, pada 24 Oktober lalu di Jakarta, Siskal ITS juga telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk Kesiapan Penggunaan Bahan Bakar B20 pada Industri Maritim.

Adapun tujuan dari FGD tersebut, menurut Badrus, adalah untuk mendapatkan masukan dan share info mengenai kesiapan dan beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk menggunakan bahan bakar B20 di industri kapal. “Karenanya FGD itu juga melibatkan beberapa narasumber baik pelaku indutri perkapalan, pemberi kebijakkan, Pertamina, dan dari Kemeneterian ESDM,” ujarnya.

Dijelaskan Badrus juga bahwa sebagai bahan bakar, penggunaan B20 memliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar solar (minyak bumi). Dari data yang pernah dirilis oleh Pertamina, Ba20 memiliki kandungan oksigen dan nilai setana yang lebih tinggi, di mana kedua komponen ini cukup signifikan dalam proses pembakaran.

Kandungan oksigen pada bahan bakar biosolar menyebabkan proses pembakaran yang lebih sempurna dibandingkan pada bahan bakar solar murni. “Dari kajian kami terhadap proses pembakaran dan juga emisi yang diukur, penggunaan bahan bakar biosolar memiliki sifat yang hampir sama dengan bahan bakar solar murni, tetapi emisi yang ditimbulkan lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar,” urainya. (HUMAS ITS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar