Kini, media sosial twitter yang biasanya dianggap
sebagai media posting status dapat digunakan untuk melaporkan informasi berupa
kecelakaan lalu lintas. Adalah Iqbal Mabruri, mahasiswa Departemen Informatika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang merumuskan Tugas Akhir (TA) tentang sistem
pendeteksi kecelakaan melalui media sosial dengan menggunakan deep learning berupa pencarian kata
kunci dan lokasi dalam proses pengiriman informasi kepada kantor polisi
terdekat.
Ide ini beranjak dari permasalahan kesigapan operator
penerima dan pencari informasi kecelakaan di kantor polisi lokal melalui
website pelaporan lokal yang cenderung lamban. “Operasi manual ini membutuhkan
orang yang harus standby selama kurun
waktu 24 jam, sehingga seringkali ditemukan kelemahan dalam pengoperasiannya,”
tutur mahasiswa yang akan menjadi salah satu wisudawan ITS ke-119, Minggu
(17/3) mendatang.
Di sisi lain, mahasiswa dengan IPK 3,69 ini melihat
potensi pengguna media sosial terutama twitter
dengan pengguna asal Indonesia terhitung cukup tinggi. Apalagi jika
memperhatikan karakteristik pengguna yang suka mengirimkan status dan kejadian
viral, misalkan saja peristiwa kecelakaan.
Menyikapi permasalahan yang terjadi dan dengan
memanfaatkan potensi kekuatan pengguna twitter,
mahasiswa dengan status kelulusan cum
laude itu membuat sistem pendeteksi kecelakaan yang dapat bekerja lebih efektif
dengan sistem yang manual.
“Cara kerja sistem ini adalah dengan menyeleksi
informasi yang di-posting pengguna
seperti deskripsi kecelakaan dan lokasi kecelakaan tersebut,” jelasnya. Untuk
lokasi sendiri, Iqbal mengatakan, tidak terpaku pada isi tweet saja, namun juga dapat menggunakan informasi dari Global Positioning System (GPS) terakhir
dari pengguna twitter tersebut. Apabila
muncul berbagai tweet yang serupa
dalam kurun waktu yang relatif sama, maka informasi kecelakaan tersebut akan
langsung dikirimkan ke kantor polisi untuk segera ditindaklanjuti.
Saat ditanyakan mengenai potensi hoaks ataupun
pengguna sosial media yang iseng, Iqbal menjelaskan bahwa sistem yang ia
rancang memiliki perhitungan korelasi antar tweet.
Sehingga untuk mengonfirmasi kebenaran sebuah postingan informasi, sistem akan
mencari postingan lain yang memiliki informasi yang mirip dengan tweet pertama tersebut. “Apabila
korelasi yang diraih tidak tercukupi, maka postingan tersebut tidak akan
ditindaklanjuti,” tambahnya.
Iqbal pun mengakui masih ada banyak kekurangan pada
sistem yang baru lahir ini. Antara lain seperti kasus akun twitter yang dikunci, tingkat akurasi yang masih 90 persen,
pengguna yang baru mengirimkan postingan saat berada di lokasi yang berbeda,
proses pencarian yang masih belum maksimal, dan lainnya.
Namun, Iqbal optimistis bahwa sistem pendeteksi
kecelakaan ini dapat menjadi langkah awal menuju respon kecelakaan lalu-lintas
yang lebih baik lagi. “Sistem ini, akan terus saya perbaiki dan kembangkan lagi
hingga dapat bekerja dengan sangat efektif ke depannya,” tutur mahasiswa
kelahiran tahun 1996 ini.
Meskipun sistem milik Iqbal telah mampu
mendeteksi kecelakaan di seluruh Indonesia, untuk sementara pilot project dari sistem ini akan
diaplikasikan di Polsek Lamongan melalui joint
research yang diadakan. Penerapan sistem pendeteksi kecelakaan yang terintegrasi
pada Polsek Lamongan ini juga sejalan dengan cita-cita Pemerintah Kabupaten Lamongan
sebagai Smart City, yakni kota pintar berbasis Internet of Things (IoT). (mia/HUMAS
ITS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar