Mahasiswa Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berkesempatan mengikuti ajang Global Project Based Learning (GPBL)
yang diadakan Shibaura Institute of Technology (SIT), Jepang. Dalam program
yang digelar selama 10 hari tersebut, mhasiswa bernama Dhiya Aldifa Ulhaq tersebut
berupaya memberikan solusi guna meningkatkan keselamatan lalu lintas dengan
memanfaatkan probe data.
Mimpi yang dirajutnya sejak duduk di bangku SMA ini akhirnya
terwujud usai mendaftarkan diri pada program GPBL. Selain tertarik dengan course program yang ditawarkan, iming-iming beasiswa dari Japan Student
Services Organization (JASSO) turut menguatkan langkahnya. “Alhamdulillah proses pendaftarannya
lancar, bisa lolos dan berangkat ke Jepang,” tuturnya.
Mahasiswa yang kerap disapa Aldi ini menuturkan,
program GPBL sendiri bertujuan mengasah kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan
berpikir inovatif peserta. Terdapat berbagai perusahaan Jepang, seperti Ricoh,
Toshiba, Smith & Nephew, Kanepackage, serta perwakilan dari Prefektur
Saitama dan Tochigi yang menjelaskan permasalahan yang mereka hadapi saat ini.
“Totalnya ada 12 permasalahan yang harus diselesaikan oleh 12 kelompok dan
harus diselesaikan selama sembilan hari,” tambah mahasiswa angkatan 2016
tersebut.
Berbekal riset dari internet, statistik dari
pemerintah Prefektur Saitama dan hasil kuesioner dari beberapa mahasiswa yang
kuliah di sana, ia dan kelompoknya menawarkan penggunaan probe data dari alat navigasi kendaraan roda empat untuk menentukan
lokasi rawan kecelakaan. Selain itu, turut pula dibangun fasilitas jalan yang
dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan di lokasi tersebut. “Fasilitas yang
kami tawarkan sederhana, berupa marka jalan dan polisi tidur berbahan cairan non-newtonian,” jelas mahasiswa
kelahiran Jakarta tersebut.
Tak seperti biasanya, lanjut Aldi, untuk polisi tidur
sengaja dibuat dari cairan non-newtonian
yang hanya akan mengeras ketika diberikan gaya yang besar, sedangkan untuk gaya
yang kecil cairan tersebut bersifat lunak bahkan cair hampir menyerupai air.
Sehingga, ketika mobil melaju kencang, polisi tidur akan mengeras dan
menghambat lajunya. Namun, jika mobil berjalan pelan, polisi tidur akan
melunak. “Nanti setelah dilewati, polisi tidurnya dapat kembali ke bentuknya
semula,” jelasnya.
Selanjutnya, di akhir progam Aldi dan peserta lain
diajak mengunjungi daerah Nasu yang terletak di Prefektur Tochigi. Di sana,
mereka menyambangi kuil dan beberapa tempat wisata. Bukan sekedar bertamasya,
setiap kelompok diminta mewawancarai masyarakat lokal, kemudian memberikan
analisa untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan tempat wisata tersebut.
“Kami juga diminta membuat film pendek mengenai
kunjungan ke tempat wisata tersebut,” ujar penghobi olahraga renang.
Usai mengikuti progam ini, mahasiswa yang juga gemar membaca
artikel tentang perkembangan teknologi itu, mengaku dapat belajar untuk
memberikan solusi atas suatu masalah yang tak hanya sekedar memberi ide. Solusi
tersebut haruslah didasarkan fakta dan data, dilihat relevansi terhadap masalah
yang ada, juga harus menganalisa biaya yang akan dikeluarkan.
“Belum lagi, saya harus berkolaborasi dengan peserta
dari berbagai macam negara dan latar belakang pendidikan, ibaratnya kami
berperan sebagai konsultan untuk suatu perusahaan,” ungkap mahasiswa asal
Pekanbaru tersebut.
Tak hanya Aldi, dua mahasiswa ITS lainnya juga
berkesempatan untuk mengikuti program yang dihelat pada pertengahan bulan
Desember lalu tersebut. Keduanya adalah Nuril Hidayati dari Departemen Teknik
Fisika angkatan 2016 dan Nur Rhaeni Febrianti dari Departemen Perencanaan
Wilayah dan Kota (PWK) angkatan 2015. (HUMAS
ITS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar