Minimnya jembatan penyeberangan orang (JPO) yang ramah
terhadap penyandang disabilitas atau difabel, mendorong tiga mahasiswa Teknik
Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya untuk
berinovasi. Mengusung Sustainable Design,
tim yang dijuluki CT Generation II ini menekankan empat aspek dalam rancangan
JPO yang ramah difabel dan lingkungan ini.
Ketiganya mahasiswa tersebut adalah Nafi Maula
Abdullah, M Ali Burhan dan Afif Argadipa Alfiansyah. Tergabung dalam CT
Generation II, tim ini bekerja sesuai pembagian tugas, di mana Nafi Maula
Abdullah dan M Ali Burhan mengerjakan perhitungan ,sedangkan Afif Argadipa Alfiansyah
merancang desain jembatan. Dengan cara itu, mereka berhasil menyelesaikan karyanya
dalam waktu dua minggu.
Ketua tim, Nafi Maula Abdullah, menjelaskan aspek
pertama yang mereka tekankan adalah kenyamanan. Jika biasanya akses JPO hanya
ditunjang dengan tangga, Ia dan dua kawannya membangun lantai miring pengganti
tangga untuk memudahkan akses difabel. Lantai ini dibuat dengan kemiringan 20
derajat, sesuai dengan peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR). “Kami tidak menggunakan lift karena biaya pembangunannya tidak
ekonomis,” tambah pemuda yang akrab disapa Nafi ini.
Uniknya, lanjut Nafi, di samping fungsi utamanya untuk
menyeberang, jembatan ini juga dirancang untuk dapat memanen energi terbarukan
dengan memanfaatkan kedua musim yang ada di Indonesia. Tak kurang dari delapan
buah panel surya terpasang di atas atap jembatan untuk membendung panas
matahari pada musim kemarau.
Adapun untuk musim hujan, mereka meletakkan turbin
pada talang air yang nantinya akan digerakkan oleh air hujan. “Energi yang
tersedia di alam akan diubah menjadi listrik, sistem ini mampu mencapai efisiensi
hingga 60 persen,” tuturnya.
Lebih lanjut, dengan dibantu M Ali Burhan atau yang
biasa disapa Ali, Nafi membuat analisa perhitungan struktur jembatan yang
ekonomis. Mereka menggunakan profil baja WF 400 yang dimensinya tidak terlalu
besar, namun tetap kuat untuk memikul besarnya beban. “Sempat bingung
sebenarnya saat akan menentukan profil baja, akhirnya kami pilih baja itu
dengan lendutan (lekukan ke bawah, red) sekitar tiga sentimeter,” ujarnya.
Tak ketinggalan, aspek biologis turut mereka sertakan
dalam rancangan ini. Tingginya polusi pada udara jalan raya ditekan dengan cara
menanam tanaman Lidah Mertua. Tanaman
ini juga memiliki bunga yang mekar pada malam hari, dan ini terbukti efektif untuk
menyedot polusi udara. Selain itu, untuk memanjakan pengguna mereka juga
meletakkan bunga Seulanga atau Kenanga di sepanjang jembatan. “Bunga
asal Aceh ini kami pilih karena memiliki bau yang khas,” terangnya.
Kerja keras Nafi dan tim selama dua minggu tersebut
kini telah membuahkan hasil. Desain jembatan garapan mereka tersebut telah berhasil
menyabet juara dua pada kompetisi Lomba Gambar Teknik Nasional yang
diselenggarakan oleh Politeknik Negeri Malang, beberapa waktu lalu. (hen/qi/HUMAS ITS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar