Hingga saat ini, pencemaran lingkungan akibat
pengolahan limbah yang kurang baik masih menjadi permasalahan serius bagi
pemerintah dan masyarakat perkotaan. Oleh karenanya, tiga mahasiswa Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mencoba memberikan solusi pengolahan
limbah dengan menggunakan kulit pisang dan eceng gondok yang lebih ekonomis dan
efisien.
Ialah Rizki Wahyu Ismadani, Arvianto Nugroho, dan
Fahmi Riza Pahlevi. Tiga mahasiswa asal Departemen Teknik Elektro, Fakultas
Teknologi Elektro (FTE) ITS itulah yang memberikan ide terkait pengolahan
limbah industri menggunakan kulit pisang dan eceng gondok. Metode pengolahan
ini dinamakan metode Musasi, merupakan gabungan kedua nama ilmiah bahan-bahan
tersebut yaitu Musa paradisiaca dan Eichhornia crassipes.
Menurut Rizki, ide tersebut berangkat dari
keprihatinan terhadap pelaku industri yang masih sering membuang limbah ke
sungai tanpa proses pengolahan yang baik. Padahal, air sungai merupakan salah
satu sumber air utama yang kemudian diolah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
sehari-hari. “Ini bahaya jika dibiarkan, karena itu fokus kami adalah pada
limbah cair industri logam yang membawa dampak buruk jika sampai dikonsumsi
oleh manusia,” ujar mahasiswa angkatan 2017 ini.
Dikatakan Rizki, eceng gondok dipilih karena dapat
menyerap warna dan bau dari limbah industri logam. Selain itu, tanaman tersebut
dapat menyerap logam berat dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada air
keruh. Faktor-faktor tersebutlah yang dimanfaatkan Rizki dan timnya sebagai
media penyaringan.
Penggunaan kulit pisang pun menjadi hal baru pada
metode ini. Mahasiswa asal Mojokerto itu menjelaskan, kulit pisang yang
seringkali dianggap tidak memiliki harga ekonomis ternyata dapat dimanfaatkan
untuk menyerap logam berat secara maksimal. “Sebab kulit pisang terdiri dari
atom nitrogen, sulfur, dan bahan-bahan organik seperti asam carboxylic yang dapat
mengikat logam dalam air,” paparnya lagi.
Tak hanya dapat dimanfaatkan sebagai penyaring, lanjut
Rizki, eceng gondok dan kulit pisang pun dapat digunakan untuk menunjang
penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Rizki menuturkan,
antara dua kolam yang berisi eceng gondok dan kulit pisang itu dipisahkan oleh
sistem PLTMH.
Dijelaskan Rizki, sistem PLTMH ini terdiri dari turbin
berjenis vortex, yang berguna untuk menghasilkan energi listrik yang berasal
dari gerak. “Alhasil, daya listrik yang dikeluarkan dapat mencapai 30 kW hingga
50 kW,” imbuhnya.
Gagasan dalam pengembangan konsep industri ramah
lingkungan ini pun mampu meraih juara kedua pada ajang Environation 2018,
beberapa waktu lalu. Acara tersebut diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa
Teknik Lingkungan (HMTL) Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
(FTSLK) ITS. (HUMAS ITS/sep/mir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar